Jumat, 14 Maret 2008

pErCaYa sAma pEmaIn jaDi beKaL oPtiMiZ suporter...


Salah satu pesan Yuli Sumpil dalam film The Conductors adalah bahwa dia ingin Aremania meniru suporter luar negeri, seperti suporter Liverpool. Bagi Liverpludian, “You’ll Never Be Walk Alone” bermakna lebih dari sekedar semboyan, kalimat tersebut terpatri kuat antara suporter dan pemain The Reds. Fans di area The Kop pasti tetap bernyanyi dan memberi applaus, bukan caci maki, kepada Chales Itandje -deputi Jose Manuel Reina- saat gawangnya dijebol dua kali oleh tim Championship Division, Barnsley, yang berakibat Liverpool kalah 1-2 dan gagal melaju ke babak perempat final piala FA.Beberapa waktu yang lalu, Leeds United, meluncurkan sebuah program bertajuk “The Greatest Supporters Around The World”. Mungkin mereka memang pantas mendapat predikat tersebut, bayangkan saja Leeds United yang bermain di League One (kasta ketiga kompetisi sepakbola Inggris atau setara divisi 3) selalu bermain di hadapan lebih dari 30 ribu fans mereka di Elland Road sepanjang musim ini.Menurut Bang Ucup, dukungan datangnya dari hati dan merupakan anugerah dari Tuhan. Dukungan tidak berawal dari bentukan atau dorongan orang lain. Bung Andy Gultom dari Bolanova menyebutnya passion. Tanpa rasa percaya tersebut, bagaimana kita akan mendukung? Suporter Glasgow Rangers mempunyai motto “With Blood, Sweat, and Passion”.
apa pelajaran yang bisa kita petik? Salah satunya adalah sudah saatnya suporter kembali kepada kodrat awalnya, yaitu sebagai pribadi atau kelompok yang memberi dukungan, bukan hujatan, ketidakpercayaan, atau keraguan kepada pemain. Suporter dalam bahasa Indonesia berarti pendukung. Bicara tentang suporter memang sangat subjektif, karena itulah salah satu kolumnis portal sepakbola nasional menyebut sepakbola adalah “subyektifitas tanpa batas”.

Tidak ada komentar: